Adu Merdu Kukila Jawa

anggertimur
1 min readJul 30, 2017

--

FOTO & CERITA: © ANGGERTIMUR LANANG TINARBUKO

Terik sinaran mentari penghujung minggu di Alun-alun Selatan Yogyakarta tak sepanas persaingan adu merdu Kukila Jawa. Para lelaki seantero Nusantara berkumpul dalam gelaran Pakualam Cup V, Lomba Seni Burung Perkutut Nasional, untuk memantas diri menyandang piala bergengsi dari Paku Alam.

Burung perkutut yang jadi kebanggan para lelaki ini merupakan representasi dari filosofi jawa yang begitu kental. Dalam filosofi Jawa, lelaki dikatakan sempurna ketika memiliki griya (rumah), garwa (istri), turangga (kuda/kendaraan), kukila (burung), dan curiga (keris/senjata). Burung perkutut dipilih sebab suaranya yang merdu. “Perkutut itu pas sekali untuk melaras hati”, tutur Isman (75), peserta lomba perkutut asal Kulon Progo.

Sedari pagi, para peserta telah menggantang perkutut kesayangannya di tiang besi yang menjulang tinggi. Terdapat 12 blok yang berisi 42 burung perkutut. Lanskap Alun-alun pun berubah menjadi arena adu merdu yang dipenuhi kaum lelaki, baik para peserta maupun penonton. “Ratusan yang ikut, mulai dari Jogja sendiri, Surabaya, Bandung, Madura, Bali, sampai Kalimantan”, aku Totok, salah seorang panitia lomba.

Suasana adu merdu begitu sengit. Para lelaki pemilik perkutut saling bersiul, atau memainkan tangannya untuk memantik suara kukila kesayangan. “leh, leh, mas Soleh, ayo itu nomor 103”, seru salah seorang peserta yang meminta perhatian juri agar kukilanya diberi bendera putih sebagai tanda bunyi.

--

--

anggertimur
anggertimur

Written by anggertimur

#PenceritaFoto | Archiving Local Culture of Indonesia https://www.instagram.com/anggertimur/

No responses yet