Buah Setia Satinem
Hari masih lindap saat lima orang telah datang lebih pagi demi sepincuk legit nostalgia rasa. Thiwul dan ketan sudah siap di atas meja. Namun sang senja penjaja penganan tradisional yang dinanti, belum nampak hingga setengah enam genap melingkari jam pagi. “Ono pesenan rong tambir dadi rodo kawanen”, aku Satinem sambil tertawa sembari menyapa, sesaat setelah ia tiba. Langkahnya gegas menyusup masuk untuk segera duduk dan mengudar selendangnya. Memantas diri untuk melayani para perindu lupis dipenghujung minggu.
Tak lama, Satinem (75) langsung melucuti lupis yang masih hangat dalam balutan daun pisang dengan seutas benang yang terikat di telunjuk kirinya. Lalu meracik perpaduan ketan, thiwul, cenil, dan lupis yang dihujani paurtan kelapa nan gurih. Kesemuanya diikat manisnya juruh (gula jawa merah) yang disapukan melayang agar merata dalam sajian sepincuk lupis Satinem.