Daya Gema Supoyo

anggertimur
1 min readMay 16, 2021

--

Keberuntungan tak turut serta kala menyusuri Wirun hari itu. Tak tampak para pria berkarib bara api seiring denting alun palu beradu. Masa sunyi untuk mereka yang menghidupi tradisi semenjak tahun kembar menginjak bulan keempat.

Beruntung, seiring hari berganti, kehidupan yang sempat tercekat, perlahan kembali. Ada pesanan gong dari Tanah Dewata yang rasanya lama tak menghampiri. “Bali memang jadi langganan kami, karena di sana banyak digunakan untuk ritual keagamaan,” tutur Agus sumringah. Sepi dan gulitanya besalen, ruang cipta gong dan instrumen gamelan mulai kembali menyala. Ubarampe sebelum proses penciptaan gong pun disiapkan dengan saksama. Buah kelapa yang dibelah dua, diimbuhi kacang hijau dan beras merah lengkap dengan gula jawa dilebur bersama rapal doa saat tembaga dan timah bersenyawa menjadi perunggu, bahan baku unggulan Gong Supoyo.

Agus, putra bungsu sekaligus penerus Supoyo menuturkan, ritual turun-temurun dari moyangnya ini adalah rangkaian baku sebelum mulai mencipta gong. Ia akan menggelar bancakan, berpuasa, lalu di malam harinya seorang diri merapal wirid di dalam gulitanya besalen. Selain bahan baku yang baik serta kepiawaian para pande pembuat gong, Agus percaya tradisi dari moyangnya yang masih ia jaga ini, memberi berkah bagi gema Gong Supoyo di Nusantara serta mancanegara.

“Saya beberapa kali memang pernah mencoba membuat gong tanpa melakukan ritual terlebih dulu. Untuk membuktikan bagaimana hasilnya…

--

--

anggertimur
anggertimur

Written by anggertimur

#PenceritaFoto | Archiving Local Culture of Indonesia https://www.instagram.com/anggertimur/

No responses yet