Distilasi Candu Bekonang
Aroma fermentasi tetes tebu samar-samar membuka salam malu-malu. Menyaru dalam aroma asap dari kayu di tungku perapian. Ditingkahi suara gelembung air dari pipa distilasi yang jadi dominasi bunyi di ruangan ini.
Ruang separuh gulita, bertopang kayu ini adalah pusat produksi alkohol yang masyhur. Nama yang melegenda, untuk asal candu bernama ciu. “Memang sejak zaman penjajahan Belanda dulu, hasil pengolahan awal dari alkohol di Desa Bekonang adalah ciu.”, aku Sabariyanto, Ketua Paguyuban Perajin Alkohol Bekonang. Meski demikian, Sabariyanto menambahkan, izin resmi untuk tempat ini adalah sebagai sentra produksi alkohol medis.
Sejatinya, ciu adalah produk pertama dari oalahan fermentasi tetes tebu, air, dan mikroba peragi. “Kadar alkohol dari ciu itu hanya 30–35 persen saja. Sementara di sini akan disuling lagi untuk dinaikkan kadarnya”, tutur Sabariyanto. Menurutnya, untuk keperluan medis, alkohol yang digunakan berada di kadar 70 persen. Sementara untuk perawatan wajah, kadarnya mencapai 96,5 persen.
Rumah sakit, apotek, tempat pelelangan ikan, termasuk PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil perikanan milik Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti, adalah pelanggan setia alkohol produksi Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Bahan baku berupa tetes tebu diperoleh dari beberapa pabrik gula di sekitar Bekonang. “Biasanya dari Madukismo (Yogyakarta), Tasikmadu (Karanganyar), dan Gondang Baru (Klaten)”, tutur Parlan, salah satu pekerja yang tengah mengalirkan tetes tebu lewat selang ke dalam drum penyimpanan.