Jamah Mujarab Tuk Buah Hati
Tangis beradu tanpa jenda. Menelusup disela suara bising jalanan. Ada yang sesenggukan dan sesekali tersengal dengan wajah kemerahan. Tangis para bayi ini lantaran hawa tak sedap belakangan. Akumulasi panas dan hujan yang tak beraturan. Membuat para bayi menangis dan orang tua pun kebingungan.
Beberapa ibu dan bayinya tengah mengantri giliran, sedari pagi, pukul delapan. “Orapopo, ora usah nangis. Pinter kok, ben ndang mari”, ujar Mbah Dirjo, sembari memijat seorang bayi dalam pangkuannya.
Ia mengusap tubuh mungil para bayi dengan minyak campuran air dan lotion. Menghadirkan nuansa segar yang meresap ke pori lembut para bayi.
Sebelum mulai memijat, biasanya Mbah Dirjo akan menaburkan bunga mawar merah dan putih ke tubuh bayi. Sebuah mula yang nampak tak lazim. Tak berhenti di situ, di tengah memijat, batu seukuran telur ayam juga diusapkan ke bagian perut para bayi. Lalu diakhiri dengan sentuhan cambuk ke bagian kaki, perut, dan dada. Menurut Mbah Dirjo, ini adalah upayanya untuk berkomunikasi dengan saudara si bayi yang tak kasat mata. Sekaligus mengusir energi negatif yang kerap menggangu para bayi.
Lewat jamahnya, Mbah Dirjo hanya membutuhkan kurang dari 5 menit untuk menghadirkan kembali keceriaan, bahkan nafsu makan para bayi yang sempat hilang. Menurut Sri Wahyuni, putranya yang meminta sendiri untuk dipijat Mbah Dirjo. “Beberapa hari ini Juna merengek minta diantar ke Mbah Dirjo untuk pijet”, aku Sri Wahyuni menemani sang buah hati yang usianya baru genap setahun.
Lain cerita dengan Sheila yang menangis tanpa henti ketika akan mulai dipijat. Sekuat tenaga ia melawan dan berkelit, tak mau untuk diudari pakaiannya. Ternyata, menurut Ika, sang ibunda, Shelia mengalami trauma saat diberi terapi alternatif untuk mengembalikan postur kakinya yang mengatup ke dalam. “Dia trauma, soalnya waktu itu dia kesakitan. Jadi kalau tau akan dipijat pasti seperti ini nangis dan teriak-teriak”, tambah Ika.
Bagi para bayi yang masih rewel, Mbah Dirjo akan membekali sang ibu dengan dlingo bengle, tanaman berkhasiat khas Nusantara. Oleh Mbah Dirjo, dlingo bengle ini ditusukkan pada peniti lalu dipasangkan pada topi, kaos, maupun dibuat sebagai gelang. Fungsinya sebagai pengusir energi negatif yang kerap menggoda dan menggaggu para bayi. “Biasanya demit itu sering menggoda bayi. Jadi nangis, terus badannya panas”, jelas Mbah Dirjo.
Pijat tradisional ini ditekuni Dirjo Prayitno (85) selepas melahirkan anaknya yang ketiga. Menurutnya, profesinya ini bukan pilihannya, tapi arahan dan petunjuk dari seorang Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. “Saya diminta sowan ke Karaton, lalu di sana saya diberi kain jarik. Lalu beliau (abdi dalem), bilang pada saya untuk tinggal di rumah. Nanti akan banyak yang datang minta pertolongan”, akunya sembari menikmati daun sirih kegemarannya.
Puluhan tahun menjadi pemijat bayi, Mbah Dirjo tak pernah mematok tarif. Bahkan setiap akan pulang, para bayi akan diberi jajanan beserta sebungkus besar kerupuk. Hal ini yang menjadi ciri khas Mbah Dirjo. Membaktikan sebagian besar waktunya untuk menghadirkan kembali tawa ceria para bayi. Namun, pernah suatu kali, Mbah Dirjo hanya diberi amplop berisi amplop, yang ternyata nihil rupiah. “Ya kalau saya niatnya nulung. Doa saya tetap baik untuk orang itu. Semoga anaknya selalu sehat”, pungkasnya sembari tersenyum.