Kepak Goda Sang Dara

anggertimur
4 min readSep 17, 2017

--

FOTO & CERITA: © ANGGERTIMUR LANANG TINARBUKO

Di tengah petak ladang jagung, berdiri empat tiang bambu berhias rona merah berselang putih. Ruang yang terbentuk di antara keempat bambu tersebut jamak disapa kolongan. Tempat para joki bernaung sembari menggenggam merpati betina. Sekaligus menanti kabar arah terbang merpati jantan dari pemandu yang telah dihubungi pelingsir.

Morse (34) tengah melingsir (melepaskan) merpati jantan ke arah kolongan di tepi sawah. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

“Mabur e duwur banget, arah wetan, gandheng kempel, wis mulai njalur” (terbangnya tinggi sekali, arah timur, terbangnya berjejeran sangat dekat, sudah mulai masuk jalur), terdengar suara pelingsir dari sebuah HT dalam genggam seorang pemantau merpati kolong. Ujaran ini jadi isyarat bagi pemandu untuk membantu joki melihat arah terbang merpati jantan. Agar oleh sang joki, merpati betina dapat dikepakan sayapnya untuk memandu merpati jantan masuk kolongan.

Usai melingsir, Morse mengkabarkan arah terbang merpati pada pemantau yang ada di samping joki. Biasanya alat komunikasi yang digunakan adalah HT, namun kadang ponsel menjadi alternatif ketika tiba-tiba baterai habis. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

Kegiatan ini merupakan latihan bersama bernuansa lomba dari PPMKY (Paguyuban Pencinta Merpati Kolong Yogyakarta) area Bantul. Sekaligus peresmian New Joglo sebagai ruang kolongan yang posisinya sedikit bergeser ke utara di daerah Sumberagung, Jetis, Bantul, Yogyakarta.

Belum genap pukul 10 pagi melingkari jam, mentari sudah begitu terik. Angin nampak membisu, semilir kesegaran pun tak terlantun barang sebentar saja. Suasana yang begitu terik ikut memengaruhi kondisi merpati jantan yang mulai kehausan. Sebab, jarak tempuh sang merpati setara lomba resmi, yakni 1.2 km. Sebelumnya, secara bertahap merpati jantan akan diberi pemanasan dari jarak 200 m hingga 1.2 m. Memberikan pengalaman sekaligus membiasakan jalur tempuh menuju kolongan guna menemui sang joki bersama si betina.

Suasana arena kolongan baru New Joglo di kawasan Sumberagung, Jetis, Bantul, Yogyakarta. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

Suasana kian riuh, para lelaki dari tiap daerah di Bantul mendaftarkan merpati andalannya. Dengan mahar pendaftaran sebesar 30 ribu rupiah, lebih dari 200 ekor merpati ambil bagian. Jenis merpati yang didaftarkan antara lain; tritis, gambir, bluwuk, semprang, dan megan. Udi Mulyanto (45), salah seorang peserta dari Diro, Bantul, mendaftarkan 8 pasang merpati. “Saya bawa si matahati, mantra, mister elvis, mosa, famos, histeria, golden boy, dan abadon”, sebutnya sembari mengurutkan nama merpati betina yang akan dipertandingkan.

Daftar nama merpati yang akan saling bertanding. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

Udi merupakan pemain salah satu pemain lama, sejak 2007 ia telah tergoda kepak sang dara. Ia yang sehari-hari membuka jasa air brush di rumahnya ini memiliki sekitar 70 ekor merpati. “Saya tidak tahu jumlah pastinya, tapi kalau ada satu saja merpati saya yang hilang, saya tahu”, ujarnya sambil tersenyum. Dari hobi, merpati juga memberikannya tambahan penghasilan. Ia dibantu Morse (34), pria asal Tegal yang menjadi perawat burung merpatinya. Mereka berdua adalah duet maut yang kerap memenangi lomba merpati kolongan tingkat daerah maupun nasional. Pun menjadi para inisiator terbentuknya PPMKY. “Saya sejak 2013 ikut dengan Mas Udi. Awalnya juga karena ketemu di acara latihan dan lomba merpati kolongan seperti ini”, tukas Morse.

Salah satu merpati yang akan mendarat menemui sang joki dan betinanya. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

Setelah semua siap, latihan bernuansa lomba merpati kolongan pun dimulai. Setiap joki akan saling berhadapan, satu lawan satu. Mereka akan dipantau langsung oleh satu juri, dan dua pemandu, serta timer. “Ya ayo di jos”, bisik pemandu, memberi instruksi pada pelingsir untuk melepaskan merpati jantan. Selama 3 menit, burung merpati jantan akan ditunggu kedatangannya menuju kolongan untuk menemui sang joki bersama si betina.

Disaksikan juri (duduk, berkaos biru), para joki merpati beradu cepat menghadirkan merpati jantan ke dalam kolongan dengan bantuan sang betina. (foto: Anggertimur Lanang Tinarbuko)

Topi dan jaket menjadi piranti wajib untuk menahan terik mentari. Para pemandu dan joki harus memantau merpatinya agar bisa memastikan kapan harus mengepakkan sayap si betina. Mereka dituntut untuk menengadah ke angkasa. Memicingkan mata, melawan silaunya mentari. Namun semua rasa tersebut akan sirna kala sang merpati menukik tajam, memasuki kolongan dari sisi atas, dan menginjak ruang yang sudah diberi tanda merah. Pertanda sang merpati andalan menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. “Ada sensasi tersendiri melihat burung terbang sangat tinggi sampai hanya terlihat setitik. Kemudian dia menukik tajam dan masuk kolongan. Luar biasa”, aku Morse.

--

--

anggertimur
anggertimur

Written by anggertimur

#PenceritaFoto | Archiving Local Culture of Indonesia https://www.instagram.com/anggertimur/

No responses yet