Memantas Diri di Tepi Pekan
Lengangnya pagi berangsur riuh seiring mentari yang meninggi. Di salah satu sirip sisi timur Jalan Samas, Bantul, suasana begitu padat disesaki orang-orang dengan pelbagai keperluan. Sebab, Pasar Turi yang ada di tengahnya sedang memasuki hari pasaran Pahing. Sehingga para pedagang dan pembeli tumpah ruwah memadati setiap sisi pasar untuk saling menghidupi.
Menembus rekatan orang-orang di pasar ini jadi hal wajib untuk mendapati tempat tujuan. Sisi paling menarik yakni deretan para pemantas rambut yang berjejer rapi di sisi barat pasar berdinding bambu. Menanti setiap lelaki yang hendak membangkitkan kembali rasa percaya diri. Sedari pagi, Suhardi (74), salah satu pemantas rambut yang mengenakan pakaian safari saban bertugas terus ditunggu pelanggan setianya. “Saya tidak mematok harga, jadi seikhlas para pelanggan yang datang”, tukas Suhardi.
Lanskap pasar yang padat dengan paduan suara tawar harga, lagu dangdut penjual vcd eceran, serta hewan ternak, mencipta ambient suasana pasar yang unik. Suara mesin cukur wahl tua pun kian tak terdengar. Mesin ini paling sering digunakan ketimbang alat cukur manual. Menurut penuturan Suhardi, ia hanya menggunakan alat manual jika listrik padam. “Saya dan teman-teman di sini menumpak listrik dari rumah warga di dekat pasar. 15 ribu untuk ongkos tiap minggunya”, ujarnya.
Di tengah menjamurnya usaha barber shop di Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya, Suhardi tak merasa tersaing. Ia yakin memiliki pelanggan setia seantero Bantul. Pembawaannya yang ramah dan luwes pun menjadikannya tak pernah sepi pelanggan. Proses memantas diri selama hampir 10 menit tak akan terasa. Suhardi piawai membuai para pelanggan setianya dengan obrolan panjang tak berujung. Pun kadang obrolan masih terus terjalin usai kain pelindung pakaian dari potongan rambut disibakkan.
Tukiman (70) salah satu pelanggan setia Suhardi tengah mengantri usai berkeliling pasar untuk membeli arit. “Saya tadi ke sini masih ramai, makanya saya keliling dulu cari arit ketimbang menunggu”, aku Tukiman sambil terkekeh. Setelah tiba gilirannya, ia bercakap sebentar sambil meminta dipotong gundul. “Seperti biasanya”, pintanya pada Suhardi dalam bahasa Jawa.
Memantas diri di tepian pasar tak banyak memberi pilihan gaya rambut. Sebagian besar mereka hanya meminta untuk dirapikan. Tak ada permintaan khusus seperti hanya anak muda yang gandrung dengan tren yang sedang menggejala. “Tidak ada yang minta aneh-aneh. Pelanggan saya rata-rata bapak-bapak jadi mintanya yang penting rapi”, aku Suhardi sembari mencecap teh nasgitel dijeda waktu longgarnya.