(Bagian 2) Lampau Kini Tera Jogja #TheGatewayofJava

anggertimur
6 min readOct 2, 2022

--

Kelana Kuliner Minggu

Sayup mata terbuka, oleh karena jam tubuh yang masih lekat dengan WITA. Rupanya pagi masih redup dan basah ulah hujan semalam. Namun kini sisa mendungnya masih menggelantung di langit pagi. Menghadirkan khawatir, apakah perjalanan pagi ini akan berteman hujan seharian.

Segera saya lesapkan reka bayang gelap yang bermuara dalam pikiran. Mulai menyegarkan diri dan memantas pakaian untuk perjalanan hari kedua yang semoga berkesan nan menyenangkan. Purna memantas diri, langkah turun menuju restoran SamaZana di Royal Ambarrukmo untuk menjemput santap sarapan sebagai pondasi kekuatan ditunaikan. Pelbagai kuliner Asian hingga Western tersaji rapi. Menariknya, sajian kuliner tradisional Jawa yang nikmat disantap pagi hari pun tersedia dan tampil menggoda. Mulai dari gudeg, nasi uduk, pecel komplit dengan peyek kacang hingga pelbagai jajan pasar dan rupa-rupa wedang.

Saya mendaraskan rasa pada pecel sayur komplit yang diatapi bumbu kacang kental serta gurih kriuknya peyek. Dalam benak, nampaknya akan lebih otentik jika disajikan dalam balutan pincuk dari daun pisang. Namun tak mengapa, pencernaan tetap dimanjakan, setelah semalam dipenuhi pelbagai olahan daging. Tak lupa wedang secang untuk pelega tenggorokan. Sarapan pagi ini dilalui sendiri. Nampaknya teman-teman masih lekat di kamar nyaman dalam dekap selimut yang hangat.

Rupa-rupa Rasa

Mendung masih menggelantung, menyisakan harap agar hari ini sinar mentari menemani perjalanan kami. Begitu rombongan telah genap, perjalanan dari Hotel Royal Ambarrukmo dimulai. Menitik Pasar Ngasem sebagai tujuan. Inilah pasar tradisional yang dulu masyhur di benak masyarakat Yogyakarta sebagai pasar burung. Bahkan pasar ini telah tertera dalam buku perjalanan Lonely Planet. Namun semenjak 2010, kawanan burung ini telah terbang ke selatan. Mendiami rumah barunya di PASTHY (Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta). Kini, Pasar Ngasem menjadi pasar tradisional sebagaimana mestinya. Menjajakan segala kebutuhan dapur dan perut masyarakat Yogyakarta.

Setiba di Pasar Ngasem, riuh aktivitas pasar pagi menyambut kami. Lalu-lalang orang telah kembali, setelah pasar-pasar sempat kehilangan senyumnya. Berlatar Pulo Kenanga Taman Sari, pancaran nuansa lampau dan kini sayup-sayup menggema di Pasar Ngasem.

Sejak lama, hal wajib pertama yang saya cari saban ke Pasar Ngasem adalah kue apem. Ngasem tanpa apem adalah sebuah hal ganjil. Apem yang baru saja dientas dari loyang adalah sebuah kenikmatan yang tak boleh dilewatkan. Tiup-tiup perlahan untuk menghardik panas sesaat jadi siasat jeda agar apem bisa lekas disantap. Melengkapi pecel sayur yang sebelumnya mendasari lebih dulu. Dilanjutkan menyesap wedang sendang ayu yang di dalamnya berkubang rempah. Riuh air perasan jeruk diseduh bersama gula batu, kapulaga, kolang kaling, jahe, sereh, serta cengkeh. Setiap teguknya terasa segar sekaligus hangat, sungguh nikmat!

Setelahnya, saya menelusup sudut-sudut Ngasem, mengamati hal-hal menarik apa yang kini telah berubah dari lampau. Bertukar sapa dan menjelang percakapan ala pasar yang hangat. Mengamati pula kebiasaan para pesepeda yang tengah menunaikan ritus sarapan soto selepas lelah kayuh ditempuh. Bocah-bocah bersama bapak ibunya, berswafoto, mengabadikan waktu yang beku dalam imaji dihari Minggu.

Mentari akhirnya tak lagi enggan memendar. Pertanda destinasi berikutnya akan dituju selepas Pasar Ngasem. Tim Earthground Discovery yang diisi saya, Aqil, Putri, dan Sarah berjalan kaki meniti area luar Taman Sari, lalu melenggang dalam gang memasuki perkampungan Patehan di Kecamatan Kraton. Melintasi Alun-alun Kidul menuju sisi tenggara, untuk singgah di satu rumah lawas yang menghadap selatan. Rumah ini menjumpakan kami dengan Ferza, sang empunya Tadasih. Tempat seduh dan menikmati kopi dengan suasana Jogja selatan yang tenang nan tentram.

Belum genap pukul 10, namun tak sedikit para penikmat kopi yang telah mengisi ruang teras Tadasih. Sebagian tengah menanti giliran memesan kopi. Beberapa lainnya tengah mencecap nikmat kopi sesuai selera bersama orang-orang terdekatnya. Menariknya, saat memesan kopi, kita hanya akan satu ruangan bersama Ferza untuk bertukar cerita. Dilanjutkan memilih biji kopi mana yang akan diseduh. Pagi itu ada 5 biji kopi arabika yang siap dinikmati; Puntang (Jawa Barat) dengan pilihan olahan natural serta washed; Mekarwangi (Jawa Barat) dengan olahan madu; Loa Paseh (Jawa Barat) dengan olahan natural; Damarkandang (Jawa Timur) dengan olahan carbonic-maceration natural; serta Manantiales (Colombia) dengan olahan washed. Dipresentasikan dengan mengesankan dalam penampakan siluet Ferza yang membelakangi jendela bercahaya. Memberi kontras untuk kepul uap yang menguar saat menyaksikan proses seduh manual dengan V60. Selera rasa saya jatuh pada biji kopi dari Gunung Puntang, yang menjadi pilihan kopi single origin untuk menambah semangat hari ini. Salah satu kopi terbaik di dunia, kebanggaan Indonesia.

Sowan Karaton

Sepurna mencecap secangkir kopi Puntang nan nikmat yang tandas di Tadasih. Langkah kembali dijelang, menuju tempat istimewa di jantung Yogyakarta. Selepas dua tahun tertutup sebab pandemi, kini Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat membuka ruangnya untuk kembali diakrabi. Disambut para abdi dalem, langkah tertuju pada pementasan yang tengah digelar di Bangsal Srimanganti. Banyak wisatawan yang telah lebih dulu memadati sisi utara bangsal ini untuk mendapatkan sudut pandang terbaik menyaksikan fragmen Wayang Wong dengan lakon ‘Senggana Duta’. Saban hari Sabtu dan Minggu akan digelar pementasan wayang wong serta tari-tarian di Bangsal Srimanganti ini.

Tak terasa waktu hampir menemui tengah hari. Teringat aktivitas rutin abdi dalem putri saban tengah hari yang sayang untuk dilewatkan. Mereka akan membawa turun gelas-gelas bekas sajian patehan pagi untuk keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono X. Para abdi dalem putri akan berjalan dari Kraton Kilen menuju Pawon Patehan. Untuk kemudian menggantinya dengan sajian teh yang baru.

Dari Kedai ke Ruang Santai

Sudah lebih tengah hari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat diakrabi. Kami memutuskan undur diri. Pun menepati janji pada perut-perut yang telah menagih diisi. Tujuan kami bermuara pada Kedai Rukun. Sebuah tempat makan yang mengusung nuansa rumahan di perkampungan Kadipiro, Yogyakarta.

Rupanya kami datang terlalu pagi bagi kedai yang baru buka pukul 13.00 WIB ini. Sajian masakan pilihan kami ternyata masih seperempat jalan menuju matang dan siap disajikan. Jadilah kami menanti sembari bertukar cerita tentang perjalanan masing-masing. Saat tim Earthground Discovery mengakrabi Pasar Ngasem, tim Enlightning Wonder menjelajah Kampung Ketandan. Hingga pesanan pelbagai masakan yang ditawarkan Kedai Rukun akhirnya tiba. Tersaji mulai dari sego manten, cumi cabe ijo, empal gento, tahu walix, the garang asem, bakmoy ayam serta es susu tape. Sajian nikmat untuk disantap saat siang bersama perut yang menagih untuk disayang. Dari kesemuanya, satu yang menjadi kegemaran kami bersama. Tahu walix berteman saus pedas, manis, asam yang serupa cuko pempek Palembang. Lebih dari 5 porsi, kami lahap hingga tandas!

Saat kenyang telah sampai puncaknya, tibalah kesadaran didera kantuk yang tak tertahan. Oleh karenanya, kami akan melaras siang di Hotel Grand Ambarrukmo yang ada di seberang Mall Plaza Ambarrukmo. Meski rasanya mata ini begitu ingin memejam, reka benak mengingatkan untuk tetap terjaga. Sebab dua jam lagi, makan malam akan dijelang. Jika tak awas, bukan tak mungkin perpaduan kenyamanan setelah makan siang, kesegaran setelah membasuh diri, hingga lembutnya kasur dan hangat selimut membawa kita melawatkan malam. Waktu senggang ini saya nikmati dengan melihat kembali foto-foto yang telah diabadikan selama dua hari perjalanan bersama Ambarrukmo dalam #TheGatewayofJava. Mengulas apakah ada yang terlewat sembari sedikit menyunting beberapa foto yang dirasa menarik hati.

Tenggelam dalam foto-foto dua hari perjalanan, panggilan makan malam akhirnya berkumandang. Langkah pun dijelang, menuju Arcadaz Speakeasy Lounge & Bar di lantai 5 Hotel Grand Ambarrukmo. Disambut nuansa lampu yang redup dan menenangkan, bersama beberapa teman yang sudah lebih dulu datang. Kami diarahkan untuk duduk mengelilingi bar. Bersenda gurau sembari menanti sajian makan malam. Kabarnya akan hadir 4 hidangan spesial. Pertama Vietnamese Spring Roll with Thai Sauce, diikuti Kawa Yakitort & Negima Yakiton with Teriyaki Sauce bersama Sate Taichan Ayam serta Sate Taichan Kulit dengan sambal matah. Ditutup Mango Sticky Rice sebagai akhir yang legit.

Namun yang berkesan adalah acara selepas makan malam. Suasananya begitu seru, sarat gelak tawa, dan ekpresi-ekpresi ekspresif yang tumpah ruah. Kami bermain tebak lagu serta nama personil grup musik luar maupun dalam negeri. Satu persatu dari kami berdelapan mulai tumbang. Menyisakan saya dan Bisma. Adella dan Rania dari Ambarrukmo yang memandu permainan ini melontarkan pertanyaan pamungkas yang membuat saya mengernyitkan dahi. “Siapa aja nama personil SMASH?!” tanya mereka bersemangat. Tentu mudah bagi Bisma Kharisma (sebagai personil aktif SMASH). Tidak demikian bagi saya. “Morgan”, pekik saya. “Hmm, Ilham”, balas Bisma. Kemudian saya hilang, ditelan kebingungan karena tidak ada lagi nama yang saya tahu. Dan malam menyenangkan pun berlanjut dengan tawa hangat di Arcadaz. Sebelum akhirnya satu persatu kembali ke kamarnya untuk melaras diri setelah hari kedua yang panjang namun menyenangkan.

Selanjutnya

--

--

anggertimur
anggertimur

Written by anggertimur

#PenceritaFoto | Archiving Local Culture of Indonesia https://www.instagram.com/anggertimur/

No responses yet